Guru dan Orangtua BRENGSEK
23 oktober 2016
minggu pagi yang dari pagi diguyur hujan kecil
![Hasil gambar untuk celana olahraga model jogger](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggK8pylhhHhSBw3bGbL-cM6meV7jsPw-OzebQh7_INvq8E2z224th5HNRHPjqAqtUS8iGJEhcD3qpHDJsf_LiHdoKp4NuKTa12aMvaxv6JO4aVHlr2G3LZjQdN_fmvxiCxivVXbxczkpFC/s200/Desain+jogger+pants+sporty.jpg)
Menurut kamus
besar bahasa indonesia, insiparsi adalah
ilham, hal yang mendatangkan pelbagai bentuk kegiatan kreatif manusia,
karena ilham tadi atau inspirasi menjadi pendorong atau pencerahan dalam
pikirannya. Pikiran yang diterangi tadi mendorong orang yang bersangkutan
menghasilkan banyak karya kreatif.
Menurut saya
pendapat di atas berlaku juga bagi kita para orang tua, jadilah orang tua
inspiratif. Menghadapi putra putri di jaman digital berarti kita orang tua jangan pasif, jangan seratus persen
mempercayakan putra putri kita kepada gadget (medsos, games, searching),
tapi gedget yang merupakan sumber
jendela pada dunia luar dapat membantu kita para orang tua berkomunikasi dengan
anak –anak kita, faktanya kita memang sibuk bekerja untuk mencukupi kebutuhan
anak-anak kita, bekerja merupakan sebuah bentuk tanggung jawab kita selalu orang tua. Saya tidaklah terlalu setuju bila
pekerjaan orang tua dijadikan sumber permasalahan buruknya sikap, nilai atau
apapun pada anak-anak kita. Orang tuanya sibuk jadi dia anak beby siter, dia
suka membully temannya, terang saja karena kurang perhatian dari ortunya, kedua
ortunya sibuk. Dan berbagai statement lain yang dihubungkan dengan orang
tuanya.
Disini saya ingin menggaris bawahi bahwa yang salah
bukanlah karir atau pekerjaan orang tua, tapi bagaimanan orang tua mampu memanage kualitas waktu bersama anak,
kualitas pembicaraan dengan anak, kualitas perhatian terhadap anak, kualitas
sentuhan, kualitas sikap terhadap anak. It’s i called the management qulity time. Bukan dengan banyaknya
waktu bersama (kuantitas) tapi menit berharga saat kebersamaan.
Orangtua dan guru inspiratif akan mampu mengontrol diri untuk melihat
“anda,kamu,kalian” yang nantinya akan berkolaborasi menjadi “kita, kami”, bukan
memelihara sudut pandang “aku,saya”. Diperlukan kerendahan hati, dan cara berfikir yang selalu positif.
Dalam buku
mendidik Pemenang bukan Pecundang dikatakan: “Masalah terbesar dunia pendidikan persekolahan adalah anak-anak diajari
hidup di atmosfer benar atau salah”, ini yang membuat orangtua akhirnya meneruskan paradigma ini, atau bisa
juga paradigma ini berasal dari keluarga yang mengimbas kebijakan sekolah, atau
juga karena kebiasaan sistem pendidikan jaman kolonial dulu yang sudah melekat
dan menjadi paradigma pendidikan kita, entahlah...
Di sekolah anak
disebut cerdas bila bisa menjawab benar, terkadang benar itu haruslah sesuai
dengan yang dimaksud guru, melakkan kesalahan dalam konteks sekolah tradisional
berarti bodoh. Kebanyakan rekan guru dan orangtua menutup diri terhdap gagasan
bersebrangan, padahal melatih anak untuk memiliki kemampuan melihat dunia dari
sebanyak mungkin sisi dan prespektif adalah bekal yang paling berharga
ketimbang bekal sederet angka yang bernama nilai. Mereka seharusnya diperbolehkan melakukan sebanyak mungkin kesalahan agar
mereka belajar dari kesalahan.
Jadilah guru atau
orang tua yang BRENGSEK kata Dhitta Puti dan J Sumardianta, yaitu
guru atau orang tua yang :
B = baik
R = respek
E = energik
N = nyaman
G = gokil
S = Strong
E = elegan
K = kalem
Postingan berikut akan saya jabarkan bagaimana cara
menjadi BRENGSEK...
Udah kaget baca judulnya, ternyata isi nya sesuatu yg positif. Ditunggu postingan selanjutnya
BalasHapusUdah kaget baca judulnya, ternyata isi nya sesuatu yg positif. Ditunggu postingan selanjutnya
BalasHapus